Moms, apakah Moms tau apa itu sifat egosentris? Egosentrisme adalah ketidakmauan seseorang untuk melihat dari perspektif atau sudut pandang orang lain (Wikipedia). Jadi, egosentris adalah sebuah fase yang harus dilalui anak untuk menghindari kelumpuhan otak.
Ketika dilahirkan, otak manusia memiliki sekitar 200 miliar saraf yang berbentuk seperti ranting-ranting pohon. Seorang anak akan tumbuh cerdas jika ranting-rainting saraf itu tumbuh lebat. Caranya dengan belajar sesuatu yang baru. Masalahnya, setiap kali saraf otak anak akan tumbuh, biasanya orangtua melarang anak melakukan sesuatu. Pada saat anak dilarang dan tidak jadi melakukan hal tersebut, saraf otaknya tidak jadi tumbuh. Akhirnya oleh Tuhan diberi program yang memaksa anak untuk melakukannya.
Fase egosentris biasanya berlangsung di usia 0 hingga 5 tahun. Tahap awal untuk mencairkan fase ini adalah dengan mengizinkan anak untuk melakukan proses eksplorasi tanpa adanya intervensi dari Moms selaku orangtua. Kecuali jika anak memainkan benda tajam seperti pisau atau garpu, tentu ini perlu segera diintervensi karena khawatir akan melukai anak.
Tahap kedua adalah setelah anak berusia 3 tahun atau telah memahami Bahasa orang dewasa, mulailah perkenalkan anak dengan konsep tentang hak milik orang lain. Tunjukkan mana benda yang boleh anak ambil atau pegang, dan mana yang tidak, atau mana yang harus dengan izin terlebih dahulu. Biasanya perlakuan ini akan membuat anak menangis atau tetap memaksakan kehendaknya karena anak masih dalam usia fase egonsentris.
Untuk melatih konsep tentang hak milik, orangtua bisa membelikan satu mainan untuk dua anak. Kalau adiknya merebut, katakan bahwa ini adalah mainan milik kakaknya. Jadi kalau mau minjam bilang kakaknya terlebih dahulu. Mungkin anak kan tetap memaksa dan menangis, namun Moms harus tetap katakan bahwa harus minta izin kakaknya dulu kalau mau pinjam mainan tersebut. Lakukan dengan sabar sampai anak perlahan-lahan mengerti maksudnya. Begitu juga sebaliknya, jika kakaknya ingin merebut mainan adiknya, jelaskan hal yang sama sehingga lama-lama mereka akan belajar arti hak milik dan pinjam meminjam. Pada akhirnya, mereka akan belajar konsep berbagi.
Sebagai tambahan, jika Moms ingin anak tidak lagi memaksakan kehendaknya dengan menggunakan kata “pokoknya”, Moms sebagai orangtua pun harus mencontohkan dengan tidak menggunakan kata “pokoknya” pada anak-anak Moms. Mintalah anak untuk membantu mengingatkan, jika pada saat bicara padanya Moms masih menggunakan kata “pokoknya”, karena perilaku anak adalah cermin langsung dari perilaku orangtuanya.